Phycodurus eques (sumber: Froese & Pauly 2014)
Ikan. Kalau kata ini diucapkan, sudah pasti tak seorangpun di antara kita yang akan mengatakan tidak mengenal ikan dan tidak pernah makan ikan. Setiap suku atau bangsa mempunyai satu kata untuk menggambarkan hewan yang bernama ikan. Orang Jawa mengatakan iwak untuk ikan namun dengan pengertian luas mencakup segala macam lauk.
Anekdot di Jawa ada ikan tidak bisa berenang, yaitu ikan tempe dan ikan tahu. Orang Makasssar mengatakan juku dan Sunda mengatakan lauk. Orang Perancis menamai ikan sebagai poisson. Tapi jangan salah tulis, jika kurang satu s (poison) berakibat fatal. Alih-alih mau makan ikan (poisson) malah makan racun (poison). Ah, jadi berlanjut cerita bahasa padahal mau menceritakan tentang ikan.
Saya teringat kata Juliet dalam novel drama Romeo and Juliet karya William Shakespeare (1564–1616) hampir empat abad yang lalu. Dia mengatakan: “What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.” Kalau diterjemahkan secara bebas: Apalah arti sebuah nama? Yang kita sebut mawar, biar berganti nama ia akan tetap harum. Kepada Romeo Montague, kekasihnya, Juliet Capulet mengatakan ia mencintai orang yang dipanggil dengan Montague, bukan nama Montague dan bukan keluarga Montague.
Meminjam kata Juliet yang dipelesetkan; dengan nama apapun disebut orang, ikan tetap makanan yang lezat bergizi berprotein tinggi. Jadi, mari kita makan ikan terus dan ajak orang sekitar gemar makan ikan. Meskipun demikian, alangkah baiknya kalau kita mengenal apa dan siapa ikan.
Ikan yang dibicarakan dalam tulisan ini adalah ikan dalam pengertian iktiologis, bukan menurut peraturan perundangan. Untuk diketahui, dalam Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan bahwa: Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan (pasal 1 ayat 4). Ikan dalam pengertian iktiologis dapat didefinisikan sebagai hewan yang mempunyai tulang punggung (vertebrata), berdarah dingin (poikilotermik), yang pergerakan dan keseimbangan tubuhnya terutama menggunakan sirip, umumnya bernapas dengan insang, dan hidup dalam lingkungan air (akuatik). Dalam klasifikasi taksonomik, ikan disatukan dalam superkelas Pisces.
Bila kita perhadapkan definisi di atas dengan fakta di lapangan, maka definisi tersebut bukan sesuatu yang berlaku mutlak tanpa pengecualian. Banyak contoh yang dapat disampaikan. Ikan hidup di lingkungan akuatik, namun ada ikan yang nyaman tinggal di luar air dan bahkan bisa membuahi dirinya sendiri? Ikan Kryptolebias marmoratus tinggal bertahan di luar air lebih dari satu bulan. Ikan ini mendiami mangrove di Amerika.
Kita tahu persis bahwa ikan bernapas dengan insang untuk mengambil oksigen yang terlarut dalam air. Sebagian besar ikan akan mati bila diangkat dari air setelah berselang beberapa waktu karena ia tidak dapat mengambil oksigen bebas seperti hewan terestrial. Namun di Australia ikan Neoceratodus forsteri bisa bernapas denganoksigen bebas. Jangan kaget, karena ia bernapas dengan paru-paru.
Ikan bersirip, itu sudah pasti. Bila tidak bersirip, terus bagaimana ia bisa berenang? Untuk keperluan itulah, ikan mempunyai sirip yang bila lengkap berjumlah lima macam. Sirip perut, sirip dada, sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Tapi ada lho ikan yang siripnya tidak lengkap. Ikan bawal tidak punya sirip perut, meskipun ketika masih yuwana ada sirip perutnya. Malahan ada ikan yang siripnya banyak dan bentuk tubuh sepintas mirip naga sehingga dikatakan naga laut, Phycodurus eques yang hidup di perairan laut Australia.
Phycodurus eques (sumber: Froese & Pauly 2014)
Itu baru sekedar contoh ragam ikan dari bentuk luar. Belum lagi bila kita bicara tentang tingkah laku ikan dalam hal mencari makan dan perkawinan. Tentu lebih beragam lagi, mengingat jumlah ikan diperkirakan sampai 40.000 spesies. Suatu jumlah yang luar biasa, yang sekitar 28.400 spesies telah dideskripsikan secara ilmiah (Nelson 2006). Dari catatan di Fishbase, jumlah ikan di Indonesia mendekati 4800 jenis, dengan rincian 1200 jenis hidup di perairan tawar dan 3600 jenis tinggal di perairan laut. Berapa yang kita kenali, dan berapa yang telah kita manfaatkan?
Kembali pada jumlah ikan yang begitu luar biasa tadi, ikan bervariasi dalam bentuk dan ukuran, dan juga menghuni berbagai jenis perairan. Ikan terkecil di dunia adalah ikan Paedocypris progenetica yang pada panjang 7,9 mm telah matang gonad (Kottelat et al., 2006). Di mana ikan ini dapat ditemukan? Ternyata ia hidup di perairan Indonesia yang kita banggakan. Ikan ini ditemukan di rawa-rawa Provinsi Jambi. Sebaliknya, ikan terbesar di dunia adalah ikan cucut raksasa (whale shark) atau Rhincodon typus yang hidup di perairan laut. Ikan ini dapat mencapai panjang 20 meter dengan berat maksimum 34 ton.
Paedocypris progenetica (sumber: Kottelat et al. 2006)
Ikan menghuni semua bentuk ekosistem perairan; seperti laut, estuari, sungai, danau, rawa, dan lain-lain dari dasar laut yang dalam sampai ke puncak gunung. Pada perairan laut yang berkedalaman sangat dalam (daerah abisal), di mana keadaannya selalu gelap gulita dengan tekanan hidrostatik yang amat besar, ikan masih dapat hidup. Tidaklah mengherankan bila ikan yang hidup di dasar laut mempunyai bentuk yang aneh-aneh atau tidak lazim seperti ikan yang biasa kita lihat sehari-hari. Ikan yang dinamai Anoplogaster cornuta merupakan salah satu diantaranya. Ikan ini ditemukan sampai pada kedalaman 5.000 m.
Common fangtooth (Anoplogaster cornuta)
Keragaman habitat tempat hunian yang luas menjadi faktor yang memaksa ikan harus mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan setempat. Keberadaan ikan di suatu perairan bergantung kepada kemampuan fisiologis dan struktur organ untuk beradaptasi terhadap lingkungan, terutama dalam memanfaatkan sumber pakan yang tersedia dan mendapatkan tempat yang cocok untuk melakukan reproduksi meskipun berjarak sangat jauh dari tempat mencari makan. Ikan sidat (Anguilla celebensis) di Danau Poso beruaya menuju Teluk Tomini untuk memijah. Setelah menetas, larvanya akan kembali bergerak menuju ke Danau Poso. Yang lebih spektakuler adalah sidat Eropah (Anguilla anguilla). Ketika berumur 9 – 12 tahun ikan ini beruaya meninggalkan benua biru pada bulan Desember (permulaan musim dingin) menyeberangi laut Atlantik menuju ke Laut Sargasso di Amerika yang berjarak antara 3 – 4 ribu mil (!!) untuk berpijah. Perjalanan yang jauh dan tentu melelahkan untuk satu tujuan mengembangkan keturunan berikutnya. Pemijahan yang terjadi kemudian diikuti dengan kematian masal induk ikan.
Ingat tentang perjalanan, terpaksa saya cukupkan cerita tentang ikan sampai di sini. Semoga bermanfaat. Saya harus menyiapkan perjalanan berlibur akhir tahun ke tempat di mana saya bisa menikmati sop ikan dan ikan panggang, atau apapun namanya yan penting rasanya lezat. Ke mana anda berlibur akhir tahun? Selamat berlibur dan selamat menyongsong tahun baru 2015.
Senarai pustaka yang diacu
Froese R & Pauly D. Editors. 2014. Fish Base. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org. version (08/2014)
Kottelat M, Britz R, Hui TH, Witte KE. 2006. Paedocypris, a new genus of Southeast Asian cyprinid fish with a remarkable sexual dimorphism, comprises the world’s smallest vertebrate. Proceedings of the Royal Society: Biological Sciences. doi:10.1098/rspb.2005.3419: 1-5
Nelson JS. 2006. Fishes of the world. 4rd ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. 601 p.
Bogor, akhir Desember 2014
M.F. Rahardjo
Masyarakat Iktiologi Indonesia